Belajar Menghargai

Hari ini, tadi siang, akhirnya saya merapikan portofolio tekomars (teknik komunikasi arsitektur) yang terbengkalai hampir sebulan (setelah pameran + penilaian buat UAS tekomars selesai). Tiba-tiba menyadari kondisi portofolio saya yang ukuran kertasnya A2 terlipat menjadi dua padahal isinya gambar-gambar yang udah dikerjakan selama satu semester itu (plus dengan tidak tidurnya). Melepas pelan-pelan gambar A3 yang di tempel di kertas A2, merapikan kertas-kertas A3 untuk dimasukan ke folder yang ukuran A3 itu. Dan yang gambar-gambar ukuran A2 itu, dilepas dari spiralnya dan dikelompokkan berdasarkan jenis gambarnya (sesuai gambar apa yang digambar). Alhamdulillah sekarang jadi rapi dan gak ada yang kelipet lagi, sepertinya sangat menyedihkan ketika akhirnya peduli sama gambar tekomars yang satu itu + merasa kasihan telah mengabaikannya selama satu bulan (huhu, sabar yaa gambarku sayaaang).
Semenjak jadi anak arsitektur, emang jadi lebih peka sama hal-hal kecil yang tadinya gak terlalu dipeduliin. Misalnya saja tentang gambar itu, yaitu mengenai apa yang telah kita hasilkan, kita buat dari berkarya selama belajar atau selama hidup.

Yap ... Ini mengenai APRESIASI terhadap sebuah karya orang lain.
Ingat ketika saya dulu pernah menawar harga sebuah tas kanvas yang dilukis oleh seorang seniman di jogja. Yang saya ingat penjualnya berkata "kita menjual karya seni" dan pada waktu itu saya tetep ngotot untuk menawar harganya, padahal harga yang dipatok oleh penjual sudah termasuk murah untuk sebuah karya seni seperti itu yang belum tentu semua orang bisa membuat itu (akhirnya saya menyadari hal itu sekarang). Saya pikir malah harusnya harganya lebih mahal dari itu (saya juga lupa harganya berapa). Karena akhirnya saya menyadari saat mengerjakan sebuah karya seni itu amat sulit, mulai dari menyiapkan alat dan bahan, menemukan ide, sampai akhirnya mengeksekusi ide itu, belum lagi kalau hasil eksekusinya kurang memuaskan atau malah ada orang yang mengeluarkan opini "jelek" pada hasil eksekusi kita. Saya sudah mengalaminya di tahun pertama menjadi mahasiswa Arsitektur Interior. Tak mudah menjalankan apa yang telah kita pikirkan dengan matang di otak, maka mohon maklumi jika dalam proses pewujudan sebuah karya apa yang kita inginkan terlihat kurang memuaskan di depan mata kita.
everybody know, otak manusia yang telah di anugerahkan oleh Allah SWT sangat mengaggumkan, tidak ada yang mampu menandingi, karya-Nya yang sangat menakjubkan. So, wajarkan kalau apa yang kita pikirkan (yang sudah sangat keren) akhirnya hasilnya kurang memuaskan? Poin penting yang saya dapatkan satu tahun ini, mungkin bagaimana hasil yang tidak memuaskan itu akhirnya kita APRESIASI dengan maksimal mungkin karena itu juga termasuk anugerah dari Allah, anugerah ide yang luar biasa. Mencari ide itu gak mudah, bisa saja ide itu tiba-tiba muncul tanpa diinginkan dan ide tersebut sangat keren atau malah sebaliknya.
Ya, ini bermula dari gambar atau karya yang dibuat diri sendiri .....
Pada akhirnya saya mengerti bagaimana menghargai karya yang dihasilkan diri sendiri maupun orang lain, setidaknya membuatnya bahagia dengan apa yang dihasilkan, setidaknya mengatakan "wow", "wah" atau kata-kata pujian yang lain: SEBAGAI BENTUK APRESIASI terhadap sebuah karya.

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Comments

Popular Posts