GENERASI BAPER


Gue telah sampai di titik dimana merasa sosial media, terutama instagram, telah menjadi racun bagi kehidupan sehari-hari. Gue tiba-tiba merasa disuatu titik bahwa gue harus stop untuk main instagram. Bukan menghakimi instagram dan segala fiturnya didalamnya, gue akui bahwa fitur yang hadir di instagram sungguh menarik bagi perkembangan teknologi jaman sekarang. Pengguna instagram dihampir seluruh dunia sangat amat bebas membagikan semua moment atau bahkan hasil sebuah pemikiran. Sebaliknya kita pun bebas untuk bisa mengetahui apa yang sedang menjadi moment bagi si pemilik akun dan juga apa yang sedang dipikirkan oleh si pemilik akun. Sayangnya, saking bebasnya, gue sampai kepada titik itu, mulai muak dan merasakan kebullsh**an dari semua ini. Tepatnya sekitar 2 minggu yang lalu (lebih), ketika gue merasa mood gue up and down dengan sendirinya tanpa disebabkan oleh hal yang benar-benar gue jalanin sebagai rutinitas. Ya, you know kerjaan gue hanya berinteraksi dengan aplikasi desain, rhinoceros, setiap hari dan harusnya gak ada yang salah dengan rutinitas gue. Kemudian gue sadar bahwa ­smartphone yang gue punya saat inilah yang sangat dan sangat mengganggu gue dan gue yakin kalian juga (sudah kalian sadari atau belum). Kesalahan memang terletak pada diri gue sepertinya karena intensitas gue terhadap smartphone sangat tinggi saat itu, entah memang kepentingan dari chat atau kegiatan gak penting yakni bukain semua instastory orang-orang.


Gue lantas gak semata-mata menyalahkan keseringan gue main smartphone dan aplikasi media sosial didalamnya. Atau “ah ini mungkin gue aja lagi sensitive atau terlalu cape”. Kali ini premis terakhir gak bisa gue terima sebagai alasan karena yang jadi pertanyaan GUE SENSI-AN BANGET SIH JADI ORANG?. Toh orang juga gak akan ada yang begitu peduli dengan “kesensi-an” lo itu karena semua orang punya kesibukannya masing-masing. Gue sampai pada kesimpulan bahwa:

Gue Harus Menyudahi Main Instagram dan Sosial Media Lainnya yang Gue Rasa Ganggu Banget.

Ya, instagram kemudian gue kambing hitamkan karena gue hobi banget ngeliatin explore dan instastory  yang (bukan) kadang bikin waktu gue berkurang cepat dalam satu hari. Dan bukan lagi kadang tapi konten yang gue liat (karena muncul) bukan suatu hal yang penting untuk gue liat, mungkin just in case memang gue yang kepo atau gak ada kerjaan dan justru dipake waktunya untuk liat instagram bukan hal lain yang bermanfaat (yang ini benar-benar harus dibenahi). Saat itu pula gue pun memutuskan “I NEEDED TO END THIS ALL”, gue log out akun instagram dan mengarrage thumbnail di hp sedemikian rupa sehingga gue gak selalu membuka aplikasi (yang ingin dihindari tersebut) karena tertriger dengan thumbnail yang dapat dengan mudah terlihat.

Kenapa gak uninstall aja sih syi sekalian?

Jujur, maunya tapi gue merasa ada esensi dari sosial media ini yang membuat gue harus pertahankan jadi gue masih bisa akses dengan log in kembali. Ya, esensi bahwa si media ini diperlukan untuk bersosialisasi. Gue butuh instagram untuk tau kabar teman-teman gue yang ada di belahan bumi lain. Gue yakin mereka gak akan setiap saat bisa memberi kabar ke gue dan itu terbantu dengan melihat apa yang mereka update. Misal, tetiba mereka merasa sedih dan mengekspresikan lewat media sosial, gue pun setidaknya bisa tau apa yang harus gue lakukan sebagai teman dengan mencoba menghibur via sosial media atau langsung menghubungi mereka. Jadi ya pada intinya gue hanya log out untuk mengurangi intensitas gue terhadap instagram ini sih. In the end, gue berhasil mengurangi intesitas gue dengan instagram walau dibeberapa saat intensitas tetap tinggi missal pas pulang dari kantor atau pas weekend, tapi gue merasa gue mulai bisa mengontrol waktu gue lebih baik. Kalian harus coba sih! Ya buat yang merasa tiba-tiba waktu kalian berlalu begitu cepat, kayak suka bilang “eh kok udah jam segini”, “eh gila udah jam segini, gue belum kelar kerjain ini”, “Ya ampun gue lupa kerjain ini”, dst. Percayalah faktor si media sosial ini perlu dipertimbangkan.
Gue banyak share ke setiap orang-orang yang gue temui, yang terdekat, dan meneceritakan apa yang terjadi masa-masa itu karena pasti gak banyak orang yang menyadari sih kalau gue mengalami “syndrome” seperti itu. Pada saat itu gue ngerasa akut banget sih permasalahannya. Untungnya gue pribadi masih bisa mengatasi dan menemukan solusinya. Gue suka tanya pendapat beberapa dari mereka tentang “instagram” dan gue mengutarakan pendapat gue bahwa instagram bisa dibilang semacam ‘racun’ yang kadang ganggu banget. Semua menyetujui hal tersebut walaupun ya mereka masih tetep sering main (mungkin mereka masih bisa mengatasi itu semua). Tapi semua sepakat tentang dampak negatif tersebut. Salah satu diantaranya setuju kalau instagram ngabisin waktu terutama dari fitur instastory, solusinya sih dia milih instastory siapa yang mau dilihat. Jadi gak semua terus tiba-tiba 1 jam aja berlalu, haha.
Salah satunya lagi juga bilang, dan ini menjadi bahan pemikiran gue sampai dengan saat ini, dengan lihat instagram dan fitur instastory-nya, kita jadi mudah terpengaruh, mudah iri dengan pencapaian orang lain yang belum tentu kita di jalan itu. Kemudian, tanpa disadari kita jadi ikut-ikutan, ikut-ikutan update tentang A, B, C, ya intinya just being ikut-ikutan any of it lah. Kalau yang ini gue setuju banget dan gue pun menyadari kadang seperti itu dan yang paling mungkin bisa terjadi adalah mood gue yang up and down pada saat itu juga ada peluang karena gue terpengaruh atas update-an orang lain, society of spectacle. Cara kerjanya kayak iklan, gak sengaja kita liat iklan makanan apa gitu di TV terus tiba-tiba kita jadi laper dan pengan makan itu. Hal paling berbahaya yang gue langsung pikirkan adalah karena terus-terusan liat instagram dan kehidupan orang lain, kita jadi terjebak di lingkaran itu dan lupa akan tujuan hidup kita masing-masing, ya terlalu asyik dengan menikmati kehidupan orang lain dan diikut-ikutin. Tiba-tiba jadi gampang sedih atau tiba-tiba seneng akan sesuatu dan lain-lain, ya gue akan bilang akan semakin banyak orang-orang yang gampang baper di dunia ini. Update tentang berita A sampai Z, terus kita punya kebebasan untuk berkomentar dan masuk menjadi bagian dari moment/update-an tersebut tapi tanpa disadari kita jadi mudah emosian, parahnya lagi mempengaruhi kehidupan nyata lo. Entah kerjaan lo jadi gak selesai karena udah keburu males ngerjain, apalagi ditambah lo bete ngeliat update-an instastory orang yang lo follow. Padahal juga apasih pengaruhnya untuk hidup lo? Seberapa besar pengaruhnya. Hal lain yang bikin orang-orang jadi mudah baper, adalah miss persepsi atas kalimat yang diketik orang lain, terus merasa tersinggung, terus jadi berantem dan seterusnya aja berlanjut. Kalau bukan baper apa namanya?

Di akhir tulisan ini, gue hanya ingin menekankan bahwa apa yang sekarang lagi hits atau trending, slah satunya instagram ini, tetap harus dipahami terntang apa sih yang lo gunakan? Untuk apa sebenernya? Perlu gak sih gue pakai atau gue mau ikut-ikutan deh coba main instagram? Kalaupun ikut-ikutan, sejauh apa sih ikut-ikutan lo? Yang perlu diingat adalah kita bukan hidup di instagram, (seharusnya) bukan dari instagram kita menilai orang, kita punya kehidupan nyata yang saat ini dijalani. Mau jadi apa dunia ini kalau nanti semua orang cita-citanya ‘mengkhayal’ apa yang ada di instagram?

Comments

Popular Posts