GEMPA, TSUNAMI AND POST-TRAUMATIC


:::::::::: Deep condelences untuk Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah atas musibah gempa berkekuatan 7.0 SR disusul dengan tsunami yang terjadi pada Jumat, 28 September 2018. Semoga cepat kembali pulih seperti sedia kala ::::::::::



Setelah dalam setahun ini beberapa daerah di Indonesia diguncang gempa yang cukup kuat yang menimbulkan kerusakan yang bisa dikatakan parah, sepertinya kita kembali tersadarkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan akan gempa. Kita kembali diingatkan pelajaran sekolah yang seringkali menyatakan bahwa Indonesia dilalui oleh jalur gunung berapi (Ring of Fire). Maka mungkin menjadi lumrah bahwa dalam setiap hari kita bisa saja mengalami getaran dalam intensitas rendah maupun tinggi seperti yang baru saja terjadi di Palu, Donggala dan sekitarnya, dan sebelumnya terjadi di Lombok. Kalau saja kita coba cari di google ‘Peta prediksi gempa di Indonesia dalam tahun ini’, kita akan banyak menemukan banyak versi peta yang hampir semuanya memperlihatkan bahwa sesungguhnya hampir seluruh wilayah di Indonesia sangat masih punya kemungkinan besar terjadi gempa, kecuali pulau Kalimantan karena memang bukan jalur Ring of fire.

source: google





Maka menurut gue saat ini, selain kita sedang berusaha memberikan support untuk saudara-saudara kita di Palu dan Donggala begitupun Lombok yang masih berusaha bangkit baik itu dalam bentuk finansial dan lain sebagainya, rasanya butuh untuk kita yang lain memulai menggalakan tindakan preventif ketika gempa terjadi. Mencotoh negara Jepang yang juga sering diguncang gempa, masyarakatnya lebih sigap dalam menghadapi gempa, lebih paham tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menyelamatkan diri. Terlebih lagi, mereka sudah menyiapkan konstruksi bangunan yang aman gempa sehingga jikalau terjadi gempa bangunan tidak akan rusak/runtuh atau menyebabkan korban jiwa dalam jumlah besar. Menurut gue, sudah saatnya Indonesia! Sudah saatnya ! :)

Kalau kita menyusuri ulang kejadian yang mirip dengan yang terjadi di Palu dan Donggala saat ini, ada gempa Aceh pada 14 tahun silam, Desember 2014 tepatnya. Indonesia luar biasa diguncang pada saat itu, tidak hanya Aceh tetapi semua wilayah ikut terguncang/empati dan simpati dengan saudara-saudara kita di Aceh. Bagaimana tidak, mungkin saat itu kali pertama lagi Indonesia dengan Tsunami, kenapa ‘lagi’? yak arena ada penelitian Indonesia pernah mengalami tsunami mungkin di jauh-jauh sebelum yang terjadi di Aceh. Aceh rusak parah dan banyak negara lain ikut berdatangan untuk kembali membangun Aceh. Bukan bermaksud membuka luka lama dan membuat sedih, yes Aceh sudah sangat pulih dan bahagia, dan tentunya pasti sudah lebih sigap terhadap tindakan-tindakan preventif  gempa dan tsunami. Sekali lagi, Indonesia dilalui jalur gunung berapi jadi bukan tidak mungkin gempa terjadi.

Waktu hal itu terjadi, gue berumur 11 tahun, kelas V SD dan yang gue ingat pada saat itu sedang berada di rumah Ibu (Nenek) di Mampang, Jakarta Selatan. Tiba-tiba mama, papa, Ibu, semua keluarga yang sedang hadir disana berkumpul di depan TV menyaksikan kondisi Aceh lewat layar kaca. Yang gue tau pada saat itu sebagai anak kelas V SD adalah ada gempa dimana ada getaran di tanah dan bisa saja bangunan yang kita berada runtuh, jadi kita diajarkan untuk mecari tanah lapang ketika gempa terjadi. Kemudia yang gue tau lagi pada saat itu bahwa sekaligus terjadi banjir, mungkin hujann dan air meluap :). Ya, maafkan pengetahuan gue yang cupu tapi itu sejujurnya anak kelas V SD yang belum terpapar teknologi dan minim pengetahuan tsunami. Di beberapa hari kemudian, ketika banyak media memberitakan kondisi Aceh bahkan hampir selama 24 jam, gue tau bahwa itu adalah tsunami, kondisi dimana air laut meluap/tumpah ke daratan. Itupun sepertinya gara-gara tayangan TV yang banyak menayangkan video-video amatir detik-detik kejadian atau beberapa menit kejadian. Sungguhlah kalau diingat-ingat lagi sungguh mengerikan, jelas disana gue lihat ketika air setinggi 3 meteran datang ke tengah kota dan menyapu jalan dan tak perlu dijelakan lagi bagaimana kondisinya. Selain itu yang gue ingat, ada video di sebuah rumah bertingkat dimana yang tinggal masih bertahan di lantai 2 rumah mereka dan rekaman itu menunjukan sesaat setelah air tumpah dimana ada 1 atau 2 orang yang masuk ke rumah tersebut dan  minta tolong. Honestly, I dan’t wanna try to remember, it was so terrible! :(

Guys, I don’t wanna make you angry because I carrying this topic out again. Sejujurnya gue hanya ingin cerita apa yang terjadi setelah gue melihat itu semua. Seorang anak umur 11 tahun yang masih banyak kekurangan informasi dan diperlihatkan kejadian yang sepertinya sebaiknya jangan diperlihatkan kepada anak-anak tanpa pengawasan orang tua dalam arti lain orang tua harus mendampingi dan mengedukasi anak-anak mereka. I was freak-inly afraid! Yang gue ingat pada saat itu gue hanya kepikiran jiia hal tersebut terjadi saat itu di Jakarta/Depok, ketika gue sedang terpisah dengan orang tua dan adik-adik gue. Mungkin bokap gue sedang kerja, nyokap gue sedang ke warung? Kejadian itu begitu cepat dan air begitu besar, berubah menjadi jahat sehingga kita bahkan tidak punya kesempatan untuk menyelamatkan orang-orang terdekat. Separah-parahnya efek trauma ke gue adalah kemana-mana gue khawatir dan kalau bisa bareng terus sama nyokap-bokap, lalu pergi dengan bawa barang-barang kesayangan banyak (read: mainan semacam boneka Barbie, sticker dan kartu-kartu gue, you know at that time was like), it was like weird but that was truly happened to me. Parahnya lagi, seinget gue itu tidak berlangsung selama sehari, dua hari atau seminggu, tetapi mungkin sebulanan untuk gue mecoba melupakan dengan cara mencoba belajar mengikhlaskan apa yang akan hilang, seperti mainan-mainan kesayangan gue itu sampai akhirnya gue bisa pergi tanpa mainan-maina itu dan semua kembali seperti normal.

Pada intinya gue sekaligus mau bilang jangan semudah itu menyebarkan video-video amatir yang menarik rating tv atau media sosial. Bukan gue saja yang mengalami hal tersebut, barusan saja sharing cerita ini ke teman dan ternyata dia juga mengalami hal yang sama seperti gue. Bermedia pasti ada etikanya kan? Karena ternyata itu ada efeknya ke orang yang bukan korban di lokasi bencana atau mungkin mengingatkan mereka yang sudah pernah mengalaminya. Untungnya bukan trauma yang parah sampai takut berkelanjutan tapi menurut gue cukup mengganggu keseharian, so teman-teman dari pada kita sibuk menyebarkan video-video amatir detik-detik terjadi bencana, akan lebih bermanfaat jika kita menyebarkan edukasi ke masyarakat lain supaya lebih siap terhadap bencana sehingga jika nanti skenario terburuknya terjadi, kita menjadi lebih cepat untuk pulih. Menjadi bangsa yang kuat karena diri kita sendiri kan lebih hebat! :)

Comments

Popular Posts