Desain dan Merancang [Repost]
Kata desain dalam konteksnya mengandung dua pengertian,
yaitu desain sebagai kata kerja yaitu suatu kegiatan merancang dan desain
sebagai kata benda yaitu hasil rancangan. Sementara untuk orang yang melakukan
kegiatan mendesain atau merancang kita dapat menyebutnya desainer. Asal usul
kata desain berawal dari bahasa Inggris yaitu design. Design
menurut awal katanya yang berasal dari Latin yaitu Designare, berarti
menandai atau membatasi. Kata sign sendiri berarti adalah ‘tanda’. Kata
‘rancang’ dalam bahasa Indonesia berasal dari sebutan kayu pancang yang
ditancapkan ke tanah sebagai alat bantu untuk mengetahui seberapa dalam tanah
tersebut. ‘Rancang’ juga disebut sebagai tanda. Pembuatan tanda-tanda ini pada
awalnya adalah untuk membedakan, menyatakan kepemilikan, memberi suatu maksud
tertentu. Ketika terdapat suatu permasalahan, tanda atau sign muncul
untuk membatasi dan menandai dengan simbol-simbol tertentu agar mudah dikenali.
Hal ini berarti design atau rancangan adalah suatu penyelesaian atau
jawaban dari permasalahan yang muncul. Ciri-ciri desain pada hakekatnya
mengandung dua unsur. Sebagai ‘kegiatan’, desain dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan yang muncul. Sebagai ‘benda’, desain menentukan apa dan bagaimana
sesuatu harus dijalankan.
Manusia mulai mendesain ketika mereka harus membuat suatu
alat untuk membantu mereka hidup. Contohnya ketika manusia purba pada jaman
dahulu membuat kapak batu dan tombak. Ada maksud dan tujuan tertentu ketika
mereka menentukan seberapa besar kapak yang dibuat, seberapa panjang tombak
yang mereka gunakan, bagaimana bentuk batunya agar dapat membantu mereka
mencabik-cabik makanan mereka, itu semua tentunya dimulai dengan adanya
problem. Sudah naluri manusia untuk mencari jalan keluar ketika mereka merasa
terhambat.
Dalam konteks desain dan merancang, tentu arsitek termasuk
salah satunya. Namun untuk khususnya arsitek ditujukan untuk perancang yang
merencanakan suatu bangunan dan segala kegiatan yang berhubungan dengannya.
Berasal dari awal katanya, Archictecton artinya bukanlah seseorang yang
merancang atau memberi gagasan melainkan kepala tukang kayu. Ini dikarenakan
pada jaman Yunani dulu, bangunan yang mereka ciptakan tidak diketahui siapa
penggagasnya dan mereka tidak pernah memakai gambar sebagai suatu rencana. Orang-orang
yang bertugas membangun itu lebih tepat disebut juru karena mereka memiliki
pengetahuan yang luas tentang apa dan bagaimana operasional dari pembangunan
itu. Ilmu arsitek dipelajari turun-temurun secara rahasia oleh
keluarga-keluarga mereka. Lalu berubah pada jaman Romawi, pendidikan arsitek
lebih terkonsep melalui beberapa tahap. Mereka dilatih seni bebas terlebih
dahulu, lalu menjadi asisten seorang arsitek yang mapan sebelum beberapa tahun
kemudian menjadi seorang arsitek itu sendiri. Ilmu arsitektur pun sempat
menonjol sebagai seni yaitu pada jaman Revolusi Industri. Namun pada waktu itu
kebutuhan akan perpaduan barang-barang dan desain yang baik belum terpenuhi.
Maka itu Bauhaus didirikan sebagai suatu substansi pendidikan pertama yang mengangkat
desain sebagai subyek yang dapat dipelajari. Setelah tahun 1960-an, ilmu
tentang merancang telah dapat dibahas dengan baik dan tersusun. Pendekatan yang
digunakan adalah 1) kumpulan objektif, 2) analisa, 3) evaluasi dan yang
terakhir 4) strategi. Semakin modern, semakin banyak bidang yang dipelajari
metode-metode yang selalu disesuaikan dengan keadaan pada jaman itu. Hal ini
terus berkembang sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang perancang tentu harus
memiliki pengetahuan yang luas mengenai bermacam-macam hal.
Masalah desain dan rancangan pun tergantung oleh budaya,
waktu, tempat, dan sistem nilai yang dianut oleh masyarakatnya. Kita tidak
dapat menentukan batasan atau poin-poin untuk mengukur bagaimana desain dapat
dibandingkan satu dengan yang lainnya karena problem yang dialami pun
berbeda-beda. Cara mereka menyelesaikan masalah dan melihat permasalahan itu
sendiri yang nantinya membentuk keanekaragaman desain dan ciri khas yang
ditonjolkan. Maka itu terdapat beberapa contoh kebudayaan yang menghasilkan
desain sebagai suatu kegiatan rutin. Padahal, desain adalah sesuatu yang
dinamis dan terus berubah. Kegiatan yang rutin itu dikhawatirkan tidak dapat
peka terhadap permasalahan-permasalahan baru yang muncul sehingga tidak dapat
menjawab tantangan dunia global.
Maka itu janganlah kita sebagai perancang melupakan definisi
awal dari merancang, yaitu menyelesaikan suatu permasalahan. Kegiatan merancang
yang hanya mengikuti keinginan klien atau membatasi pola-pola desain hanya akan
membuat dunia desain kaku dan tak bergerak. Teruslah berpikir kreatif agar
dapat menyelesaikan problem-problem yang lama ataupun baru dengan perspektif
yang berbeda. Menggali pengetahuan sebanyak mungkin dapat mengeluarkan si
perancang dalam berpikiran sempit dan rutin. Melalui penelusuran yang lebih
dalam dan memperkaya ilmu dapat menghasilkan pandangan yang lebih imajinatif
sehingga kita tidak takut dengan berbagai problem-problem baru yang terus hadir
di dunia yang dinamis ini.
Sumber : Desain dan merancang oleh
Ir. Gunawan Tjahjono, M.Arch
Comments
Post a Comment