SI ANAK PERTAMA
Semua (atau mungkin hanya saya) percaya bahwa Tuhan telah menciptakan individu-individu di muka bumi ini sesuai dengan porsinya, means masing-masing dari kita punya peran sendiri-sendiri atas keberlangsungan hidup ini, baik yang secara langsung kita lakukan ataupun yang tanpa kita sadari kita telah memberikan kalimat lain dalam paragraf seseorang yang menjadikan paragraf tersebut menjadi bagus luar biasa atau malah sebaliknya "aneh" dan gak bisa dibaca sama sekali. Itulah hidup yang mana harus kita sadari bahwa semua yang kita lakukan akan berpengaruh atas sesuatu sehingga lakukan apapun itu dengan sebaik-baiknya dan bolehlah kita berharap apa yang kita lakukan tidak merusak paragraf-paragraf yang sedang atau telah dibuat oleh seseorang.
Setiap individu di dunia ini tidak ada yang memiliki kesempatan untuk memilih mau seperti apa hidup yang akan dijalani, mau dimana dilahirkan, ataupun mau kapan akan memulai hidup ini. Ibarat kita datang dengan membawa PR masing-masing dan dikerjakan dengan amunisi-amunisi yang berlimpah ruah di dunia ini. Termasuk hal menjadi "anak sulung" atau "anak pertama". Mungkin dari kalian yang membaca tulisan ini akan langsung terbesit suatu hal atau mungkin kita (yang anak sulung) punya pikiran yang sama, hehe. Bukan menjadi bentuk atas ketidakbersyukuran atas apa yang dianugerahkan Tuhan kepada setiap individu, tapi setujukah beberapa dari kalian dengan pernyataan "seandainya hidup ini bisa memilih, maka saya akan memilih untuk tidak menjadi anak pertama".
Ketika ada masalah yang menimpa keluarga, si anak pertama terkadang harus berpura-pura tegar bahkan dengan sok beraninya membela dan mengabaikan ketakutan di dalam dirinya. Hal tersebut tanpa disadari akan secara langsung dilakukan karena si anak pertama terbiasa bertanggung jawab atas suatu hal dalam keluarga. Diam-diam si anak pertama akan menangis, lalu kembali memainkan peran sebagai anak yang akan dan selalu membanggakan keluarga. Banyak dari mereka yang anak pertama tidak akan menunjukkan kerapuhan dalam dirinya karena ia tahu hal tersebut akan memperkeruh suasana. Kebanyakan anak pertama akan lebih banyak berpikir dan mencoba mencari jalan keluar sendiri. Ketika ia menemukan jalan keluar tersebut, si anak pertama akan kembali dan berusaha menarik semua anggota keluarga menuju jalan keluar tersebut. Dilema yang dihadapi si anak pertama adalah apakah si anak pertama harus terus berjalan meraih mimpinya ataukah kembali untuk menjadi perisai untuk melindungi keluarga, atau bisakah si anak pertama memilih keduanya dalam hidup ini?
Percayalah, menjadi anak pertama tak akan seburuk itu, cobalah (sedang mencoba) menyadari bahwa peran yang diberikan Tuhan adalah peran yang luar biasa yang diberikan, semua peran yang masing-masing kita dapat adalah luar biasa. Improvisasi yang bukan dari bagian skenario hidup ini, harus dilakukan sebaik-baiknya dan meyakinkan orang sekitar. Dan saya pun harus begitu.
Comments
Post a Comment