BUMI DAN LANGIT VERSI EYANG B.J. HABIBIE
Ada rasa haru serta bangga yang luar biasa setiap kali gue melihat video re-run pesawat N250 terbang dengan background monolog Eyang Habibie menceritakan N250 dan visi kedepannya. Sudah lama sekali bukan? bangga sekaligus ada rasa sedih ketika mengingat bahwa pesawat itu harus berhenti terbang sampai dengan saat itu. Dari kecil gue selalu dikenalkan dengan kisah beliau oleh orang tua gue, dulu mama selalu bilang bahwa beliau adalah orang Indonesia pertama yang bisa membuat pesawat terbang. Setelah besar (read: sampai sekarang), gue berpikir bahwa eyang Habibie adalah orang yang keras dalam arti baik dan punya keyakinan luar biasa bahwa Indonesia harus memiliki sebuah pesawat terbang, visinya jelas dan melampaui apa yang orang-orang biasa pikirkan. Buat gue dulu bahkan sampai sekarang, beliau adalah orang yang luar biasa hebat atau mungkin ada kata lain yang menjelaskan bahwa beliau adalah 'lebih dari luar biasa'. Buat gue ide tentang pesawat terbangnya untuk negara ini adalah ide yang bukan hanya tentang pesawat dan kemudian terbang, tapi merupakan sebuah pemikiran tentang merangkai cita-cita atau mimpi dalam hidup.
Ketika Langit Bisa Dinikmati Sendiri Tanpa Batas
Gapailah cita-cita setinggi langit, pribahasa yang sudah akrab di telinga kita semenjak dari kita masih super mini, mungkin sejak masa TK. Guru-guru di sekolah sudah sering memberikan asupan mindset ke murid-muridnya bahwa kita harus memiliki cita-cita setinggi langit. Pengibaratan 'setinggi langit' yang dengan lompat pun kita masih belum bisa menggapai 'langit'. Mengisyaratkan kit harus memiliki usaha lebih untuk menggapainya bahkan terasa mungkin terdengar impossible.
N250 -nya eyang Habibie dan soon R80 -nya dengan sangat jelas memberikan bukti nyata bahwa langit dekat, bukan hanya untuk menjadi pribahasa yang harus digapai tapi untuk dinikmati, dinikmati setiap prosesnya, dinikmati keindahannya dari dekat, dinikmati ketika berada di langit dan kita memiliki sudut pandang yang lebih luas, sudah pasti harus lebih banyak bersyukur. Terakhir kali liat video ketika N250 terbang di videonya Gita Savitri (attached in this post), gue nangis. Lebay? jelas sekali ya! Gue merasa bahwa langit menggambarkan mimpi dan mimpi ternyata bisa sebegitu dekat dengan sesuatu yang dalam konteks ini adalah pesawat terbang. Pesawat itu adalah cita-cita eyang Habibie, gak pernah sama sekali kita melihat kegentaran beliau dengan idenya, bahkan sebaliknya beliau sebegitu yakin ingin bangsa ini punya pesawat sendiri dan menikmati langitnya sendiri dan tanah yang katanya surga. Sesulit apapun kenyataan ketika proses membuat sebuah pesawat itu, namun tanpa ada rasa khawatir, takut, dan perasaan buruk lainnya, beliau selalu yakin dan menceritakan dengan penuh semangat mengenai ide peswatnya tersebut. Keyakinannya 100% kuat. Lagi-lagi, gue merasa .. mimpi yang gue rancang mungkin sederhana, mungkin gak menyangkut nasib banyak orang seperti eyang Habibie dengan peswatnya untuk Indonesia, gak ada pengaruh untuk banyak orang, tapi kok mewujudkannya hampir selalu diiringi dengan alasan takutlah, gak yakinlah, dan semacamnya. merasa ditampar sih ...
Dan ibarat sebuah pesawat yang terbang di langit, kita akan punya cara pandang dari atas yang berbeda mengenai tanah yang telah bertahun-tahun kita pijak. Ada sisi lain yang bisa kita lihat dari atas, bersyukur ketika indah, dan perbaiki menjadi lebih baik jika itu jelek. Ketika kendaraan yang kita gunakan akan habis amunisinya dan kita harus kembali ke tanah, kembali merencanakan dan mempersiapkan amunisi selanjutnya untuk kembali ke langit dan mungkin berpindah ke langit yang lain. Kita akan tetap menjadi manusia biasa, karena kita gak bisa hidup di langit, kita masih membutuhkan tanah untuk diinjak. Menggapai langit (mimpi) bukan berarti kita menjadi orang yang lebih hebat, lebih tau segalanya. Iya memang sudut pandang kita menjadi lebih luas, tapi kita butuh melihat lebih jelas dan terus belajar memahami dengan hati yang besar.
Langit dan Mimpi
Melihat pesawat eyang terbang, gue langsung mengasosiasikan bahwa langit adalah mimpi dan you know, terasa gak mungkin berada di sana. Saat kita merencanakan misi kita untuk menuju ke langit, akan ada banyak orang yang akan mempertanyakan bahkan diri kita sendiri: Emang bisa? atau mau ngapain sih? dan pertanyaan-pertanyaan lain yang sudahlah jangan dipikirin. Pandangan kita harusnya lebih jauh dari pada orang lain karena langit yang akan kita tuju mungkin berbeda-beda definisinta dan pastilah kita masing-masing akan memiliki cara yang berbeda untuk sampai ke langit. Saat take off tiba, akan ada banyak orang yang menyaksikan dengan bangga atau sebaliknya menyaksikan dengan penuh keraguan dan cemoohan. Pesawat kita gak akan jatuh, jika semua persiapan dan perencanaan itu matang dan jelas, kita bisa sama-sama saksikan penggambaran ketika N250 terbang. Eyang Habibie tak sedikit pun ragu dan memikirkan pandangan orang lain, justru karena beliau tau pasti apa yang telah dilakukan. dan seharusnya kita seperti itu ..Dan ibarat sebuah pesawat yang terbang di langit, kita akan punya cara pandang dari atas yang berbeda mengenai tanah yang telah bertahun-tahun kita pijak. Ada sisi lain yang bisa kita lihat dari atas, bersyukur ketika indah, dan perbaiki menjadi lebih baik jika itu jelek. Ketika kendaraan yang kita gunakan akan habis amunisinya dan kita harus kembali ke tanah, kembali merencanakan dan mempersiapkan amunisi selanjutnya untuk kembali ke langit dan mungkin berpindah ke langit yang lain. Kita akan tetap menjadi manusia biasa, karena kita gak bisa hidup di langit, kita masih membutuhkan tanah untuk diinjak. Menggapai langit (mimpi) bukan berarti kita menjadi orang yang lebih hebat, lebih tau segalanya. Iya memang sudut pandang kita menjadi lebih luas, tapi kita butuh melihat lebih jelas dan terus belajar memahami dengan hati yang besar.
Comments
Post a Comment