THANK YOU FOR ASKING ME
Anyway, sebelum ngomongin lebih lanjut tentang itu, gue punya blog ini udah super lama sedari semenjak di IC, tujuannya dulu adalah untuk media bersosialisasi dengan teman-teman di IC dengan saling memfollow dan membaca cerita satu sama lain, berikut juga saling berkomentar. Selain itu, blogging juga menjadi salah satu cara untuk melupakan pressure kehidupan di IC yang mana untuk anak ukuran tanggung yang masih labil dengan keinginan eksplorasi yang tinggi adalah berat untuk mematuhi segala sistem yang berlaku. Tetapi sepertinya blogging menjadi salah satu cara yang ampuh untuk menyalurkan rasa stress, homesick, dan lain-lain. Format blog ini pun sudah berganti-ganti, dimulai dari format yang santai hingga serius, tapi biarlah menjadi seperti itu hingga saat ini. Biarlah dia menjadi open diary seorang Kamilah Aisyi, yang bercerita banyak sisi tentang diri gue ini. Haha.
Kembali lagi ke Thank You for Asking Me. Gue ingat saat itu gue memutuskan membuat section tersebut adalah gue merasa kesulitan untuk mengekspresikan perasaan yang terjadi selama berkegiatan dalam sehari. Emosi-emosi seperti lelah, sedih, bahagia, insecure dan seterusnya, gue simpan sendiri karena yang gue merasa tidak perlu gue ekspresikan. Mungkin ada tipis-tipis gue bagikan di mesia sosial atau ketika berbicara dengan teman-teman, tapi sejujurnya gak tersalurkan sepenuhnya. Yap, manusia ini kalau gak ditanya "How was your day?" " How are you?", gak akan pernah spontan mengekspresikan apa yang terjadi. Gue menyadari justru hal tersebut bisa menjadi bom waktu untuk gue sehingga gue harus mencari cara untuk mengatasi itu semua, ya salah satu yang gue putuskan adalah dengan berpura-pura ada yang bertanya, lalu gue ekspresikan lewat tulisan. Sampai akhirnya tidak berlanjut karena kita ambil positifnya bahwa anak ini sudah bisa mengekspresikannya di teampat yang lain. Tapi, kenyataannya saat ini gue masih berharap ditanya ....
Saat ini, gue lebih sering sedih karena hal itu kembali muncul lagi, yang mana gue merasa hal-hal dan emosi yang sedang gue alami tersimpan sendiri. Ingin gue mengekspresikannya tetapi gue sadari kelemahan gue adalah tidak ekspresif. Gue selalu berharap teman-teman gue bertanya mengenai kabar gue tapi sepertinya teman dekat yang gue miliki juga bukan orang-orang yang suka tanya random tentang kabar gue. (hela napas panjang) Kadang gue kecewa ....
Beberapa kali gue berpikir bahwa "Oh, mungkin gue yang harus bertanya supaya balik ditanya", tapi beberapa diantaranya yang tidak sesuai harapan justru membuat gue semakin "Ah yaudahlah, emang gak ada yang peduli", padahal beberapa yang lain ada yang tanya balik. Mungkin gue harus kirim ke banyak orang ya?
Kemarin sempat mendengat podcast dengan bahasan 'stoikisme'. Berkaca tentang isu yang gue hadapi saat ini, gue mungkin akan belajar menerima diri bahwa setiap orang di dunia ada fungsinya. Mungkin fungsi gue adalah 'yang si nanya' bukan yang sebaliknya. Jadi, biarkanlah gue bekerja seperti fungsi yang sudah ditakdirkan. Gak usah si banyak berharap untuk ditanya, biarlah gue yang bertanya untuk mendapatkan energi baiknya. Si yang tiba-tiba chat panggil nama ... haha
Kenyataan lainnya adalah gue mampu melakukannya dengan cara sendiri. Jadi apa yang perlu gue khawatirkan.
Sudah, menulis jadi alternatif gue untuk mengekspresikan semua yang dirasakan, seperti apa yang gue lakukan lewat Thank You for Asking Me atau gue punya chat whatsapp pribadi dengan gue yang sangat membantu mengekspresikan banyak hal dengan cepat, pssst. Cukup. Gue gak perlu meminta lebih karena yang sudah diberikan adalah cukup.
Comments
Post a Comment