PREMEDITATIO MALORUM

Dalam stoisisme yang masih sedang gue baca bukunya, ada istilah Premeditatio Malorum, yakni memikirkan mengenai hal-hal buruk yang akan terjadi dalam hidup kita. Sepanjang membaca tentang ini, gue tersenyum membayangkan bahwa seringkali gue jadi si negative thinking. Sebelum mengetahu tentang ini, gue seringkali melakukan hal tersebut dengan tujuan membuat diri gue nyaman dengan akhir yang menurut gue buruk atau tidak sesuai ekspektasi. Misal 'janjian sama orang' yang gue seringkali sudah memikirkan bahwa mungkin orangnya akan telat, tempatnya gak enak, atau bahkan dicancel. Yap, hal ini gue lakukan karena sebelum-sebelumnya gue punya kebiasaan emosi kalau 'janjian' tapi kemudian gak sesuai sama ekspektasi gue. Alhasil gue bisa marah semarah-marahnya gue, namun dengan melakukan hal tersebut gue bisa mengatur emosi gue dengan sewajarnya kecewa lalu disertai dengan move on.

Hal lain misalnya dengan ancaman covid. Berkaca pada situasi awal yang kita disertai ketakutan tentang penyakit baru ini dan benar-benar berusaha keras untuk gak terinfeksi. Pada akhirnya gue menghadirkan skenario terburuk itu di otak gue. Jika sampai terinfeksi gue pun sudah tau hal apa yang akan gue lakukan untuk segera sehat dan terlebih lagi menghabiskan waktu karantina 10 hari itu. Yap, si negative thinking. Tapi menurut gue bukan semata-mata menjadi negatif sih tapi mempercayai bahwa kemungkinan yang terburuk itu selalu ada dan yang menjadi penting adalah tentang bagaimana kita menghadapi emosinya.

Hal ini juga terjadi ketika kemarin menuju pengumuman LPDP. Gue membiarkan diri gue dengan rasa pesimisnya muncul ke permukaan sehingga seperti apa yang sebelumnya gue ceritakan, gue merasa tidak yakin dan bersiap dengan kemungkinan terburuk. Pada H-3, di atas kereta menuju rumah, gue bahkan membuat catatan untuk diri gue sendiri, dari yang "waras" untuk gue di masa depan yang mungkin perasaannya kacau karena ditolak LPDP. Tujuannya supaya gue bisa cepat move on ketika membaca catatan itu karena si gue yang "waras" itu pun setuju bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Tapi kan gue di masa depan yang sedang bersedih pasti butuh ditenangkan. Gue tulis begini untuk diri gue di masa depan yang habis buka pengumuman:

 

Friday, 1 July 2022

Seringkali buka kalender, hanya untuk memastikan bahwa dalam beberapa hari lagi adalah tanggal 4. Bukan peringatan atas kelahiran seseorang ataupun hari jadi sesuatu, tetapi hanya hari atas sebuah penantian panjang. Mungkin acara akan terdiri dari beberapa menit membaca sebuah kalimat yang penuh arti. Selebihnya? Kita tak akan pernah tau. Kemungkinan terjadi sebuah tangisan yang entah akan diselimuti perasaan saat ini tidak bisa ditebak. Hari demi hari, ku hanya mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi. Sampai detik ini menulis segala perasaan di atas kereta, aku masih mempersiapkan bahwa yang akan terbaca adalah skenario terburuk. Dari apa yang telah dialami beberapa bulan lalu, aku meyakini bahwa perasaan itu tidak menyenangkan. Sangat menyakitkan dan membingungkan karena hidup harus berjalan dengan sebaik-baiknya perjalanan. Karena sampainya aku hari ini, bukan tanpa alasan dan yang menyakitkan memainkan perannya dengan baik.

Aku menulis ini tidak lain untuk disaat nanti hari itu tiba dan aku yang dimasa depan membaca lagi tentang perasaan saat ini, aku tahu bahwa diriku bahagia. Bahwa yang buruk memang semestinya terjadi dan bukan tanpa alasan. Sejujurnya aku berharap bahwa ketika aku membaca lagi tulisan ini, apa yang aku takutkan tidak terjadi. Namun, sebaliknya aku memeluk tulisan ini dan mengatakan dalam hati bahwa rencana aku diapprove dan aku harus siap dengan kesulitan-kesulitan lainnya yang bahkan akan 10x lipat lebih besar dari ini. Tapi harapan ya hanya harapan!

Pada intinya aku layak dan telah memainkan peran ini dengan sebaik-baiknya. Aku tidak pernah sebangga ini dengan diriku sendiri karena kegagalan adalah sebuah penanda bahwa diriku berproses, belajar menjadi pribadi lebih baik. 

Yang selalu aku bilang ke diriku sendiri: Keep going! ❤ 

 

Begitulah kurang lebih, gue tulis judulnya 'Letter of My Self #1'. Setelah baca pandangan stoisisme itu jadi meyakini bahwa ternyata gak masalah justru ada baiknya untuk menghidari situasi kita yang kehilangan asa. Jalan hidup ini gak ada yang bisa kita tebak jadi kita hanya bisa menjalaninya dengan sebaik-baiknya. lagi-lagi diingatkan bahwa yang penting itu progres bukan hasil. Keep believing!

Comments

Popular Posts